Label

Jumat, 13 November 2015

Let’s Marry Me, Dear !



encrypted-tbn0.gstatic.com
*cerpen ini juga dimuat dalam antologi cerpen 'Romantic Story' oleh penerbit ECA Publishing 
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Karya: Dita Rosa Utami

Alina dan Aldo sudah pacaran hampir sepuluh tahun. Selama itu tidak ada masalah yang berarti dalam hubungan mereka. Dua sejoli itu sama-sama pekerja keras untuk karier masing-masing, sehingga mereka mengesampingkan pernikahan. Sampai akhirnya Alina mulai memikirkan kelanjutan hubungan mereka, mengingat usianya sudah menginjak 28 tahun.
“Kita akan menikah, Alina. Tapi bersabarlah,
semua butuh persiapan,” kata Aldo setelah gadisnya membahas soal pernikahan. Mereka tengah makan siang di sebuah kafe.
“Kapan lagi? Aku ini sudah hampir kepala tiga. Aku sudah tua.”
“Aku juga hampir kepala tiga, Alina.” Timpal Aldo.
“Tapi aku perempuan!”
Aldo menghela napas. “Baik sayang. Aku belum memberitahumu sebelumnya, kali ini akan kuberitahu kau tentang rencanaku. Aku…mendapat beasiswa magister di Holland. Tolong tunggu aku sampai kembali, aku akan melamarmu setelah itu.”
Alina menggigit bibirnya geram, “Menunggumu? Kau suruh aku menunggu sampai aku tua! Apakah kau benar mencintaiku, Aldo?”
Aldo menggenggam tangan kekasihnya. “Kenapa kau meragukan soal itu, aku sangat mencintaimu, sayang.”
“Kau tahu Aldo,” nada suaranya merendah. “Papa menginginkan aku menikah tahun ini juga. Jika kau tidak mau menikahiku tahun ini, maka aku tetap menikah, tapi dengan pria lain pilihan ayahku.”
“Apa?” Aldo tertegun. “Tidak boleh, Alina!”
“Makanya, cepatlah nikahi aku!”
Aldo menarik tangannya. “Ta…tapi, sayang…”
“Sudahlah!” tandas Alina. “Kau tidak pernah serius dengan hubungan kita. Tidak usah menghubungiku lagi!” Gadis itu beranjak pergi meninggalkan kekasihnya.
***
“Dia menyuruhmu menunggu lagi, Alina? Tidak usah harapkan lagi laki-laki seperti itu. Kau putuskan dia!” tegas Pak Broto, Papanya Alina.
“Tapi Pa, tidak bisakah kita menunggu Aldo menyelesaikan pendidikannya? Dia janji akan melamarku setelah itu. Lagipula aku hanya perlu menunggu dua tahun lagi.”
“Hanya dua tahun katamu? Tidak boleh! Apa kau ingin melihat Papamu tewas sebelum melihat putrinya menikah.”
“Bukan begitu Papa.”
“Sudahlah! Pokoknya kau menikah dengan Rendi.”
Alina menghela napas pasrah. Sudah lebih dari seminggu Aldo menghilang tanpa kabar. Nomornya juga sulit dihubungi. Ia tak percaya Aldo benar-benar enggan menghubunginya lagi.
Air mata Alina mengalir. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ia tak percaya Aldo tega melakukan ini. Apakah Aldo menganggap enteng masa-masa sepuluh tahun ini? Haruskah sepuluh tahun berakhir begitu saja? Alina memang kecewa, tapi bagaimanapun gadis bertubuh sintal itu sudah terlalu mengenal Aldo, dia sangat mencintai pria itu.
Tiba-tiba Aldo mengiriminya messenger. Alina segera membacanya.
“Aku minta maaf karena menghilang begitu saja, sayang. Bisakah kita bertemu di tempat favorit?”
Alina tersenyum, ia menghapus air matanya. Gadis itu kemudian memilih pakaian dan berdandan dengan cantik. Ia segera mengunjungi tampat favorit mereka. Itu adalah jembatan berbentuk bulan sabit di taman kota. Di sanalah Aldo pertama kali menyatakan cinta.
Alina menunggu Aldo di tempat favorit mereka dengan senyum sumringah dan jantung yang berdebar-debar. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini. Kejutan apa yang akan diberikan Aldo?
Tak lama, Alina menerima messenger lagi. “Maaf, sayang. Mungkin aku akan terlambat karena ada pekerjaan tambahan. Tolong tunggu aku sekitar setengah jam.”
Alina mendengus kesal. Tapi, baiklah, dia akan menunggu. Sementara itu langit mulai mendung.
Alina mendapat pesan lagi. “Maafkan aku, sayang. Sepertinya kita tidak bisa bertemu sekarang, aku masih ada pekerjaan. Kau sebaiknya pulang saja.”
Gadis itu meremas ponselnya dengan geram. Mulutnya merutuki pria itu, Aldo tidak pernah ingkar janji seperti ini, kenapa dia lakukan itu sekarang? Hujan pun turun, Alina pergi mencari taksi untuk mengantarnya pulang.
Taksi berhenti di depan rumahnya. Karena hujan masih turun, Alina harus berlari cepat menuju teras. Sayangnya, ia sudah basah kuyup. Gadis itu memutar kunci rumah dan membuka pintu.
Segala keresahan seketika memudar. Alina menutup mulutnya yang menganga, keluarga besar dia dan Aldo ada di rumahnya. Mereka bersorak menyambut kedatangan Alina. Tiba-tiba sebuah spanduk besar terbentang, di sana tertulis ‘Will You Marry Me?’
Dari kerumunan orang, Aldo keluar dengan setelan rapi  dan setangkai mawar di tangannya. Ia memberikan mawar itu pada Alina. Alina menerimanya, dan seketika sebuah cincin jatuh dari pangkal tangkai mawar itu.
“Menikahlah denganku, Alina!”
Ia sejurus memandang laki-laki di hadapannya. Matanya berkaca-kaca. Alina lantas mendekap erat kekasihnya. “Iya, Aldo.”
Semua orang di ruangan itu bersorak dan bertepuk tangan. Aldo memasangkan cincin di jemari Alina. Ia kemudian berbisik, “Aku menyuruhmu keluar agar bisa menyiapkan semua ini. Dan soal rencana melanjutkan S2, aku tak pernah dapat beasiswa.” Ia terkikik.
“Apa!!” 

TAMAT