Label

Jumat, 04 November 2016

Kumpulan Puisi Karya Siswa-siswa XU1 dan XU2 SMA N 2 Kota Sungai Penuh



sumber foto: http://3.bp.blogspot.com/

 Jika mendengar kata ‘puisi’, bayanganmu pasti tertuju pada kata-kata kaya makna pengaduk emosi. Seperti menikmati secangkir kopi, mau pilih menyeduh dengan air panas, atau mencampurkan es batu yang segar. Pada intinya, tujuannya

tetap sebagai pelepas dahaga. Begitu pun dengan puisi, mau dinikmati dengan cara dibaca atau didengar, nikmatnya sama saja.
Seperti pula meracik kopi yang enak, puisi pun bisa diracik. Bahan-bahannya terdiri atas diksi, gaya bahasa dan majas, rima, irama, dan tipografi. Lalu, seperti lagi kopi yang enak  hadir dari tangan telaten si peraciknya, puisi yang indah pun datang dari tangan dingin penyairnya. Tidak semua orang terampil merangkai kata. Mereka bisa karena terbiasa, atau memang sudah dianugerahkan bakat oleh sang pencipta.
Namun demikian, yang namanya keterampilan tetap bisa diasah. Tergantung pada kemauan dari orang itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa orang siswa saya dari SMA N 2 Kota Sungai Penuh, kelas XU1 dan XU2 yang menurut saya pribadi memiliki keterampilan baik dalam merangkai puisi. Soal kritik dan saran, biarkan yang lebih senior berkomentar..

HUJAN
Dina Tri Utami

Hujan kali ini begitu berbeda
Berbeda karena di ujung malam
Sepi mencekam bosan
Bermain untuk membutakan mata

Aku masih di sini!
Masih menjadi beku yang tak hangat
Terasa sesak tatkala bertatap
Mungkin dingin menjadi penawar rindu

Di sini hujan kasih
Berbalut selimut menghangat raga
Dingin terasa sampai ke tangan
Merambah mencari celah

AYAH
Sena Pebrina

Ayah..
Lirih rindu bergejolak menepi pada malam sunyi
Pedih perih tiada henti
Aku tak tahan menahan

Ayah..
Melodiku mesra, tangis menggema kala penaku menulis untukmu
Tangis menjadi bumbu dalam syairku
Rasanya sakit perih, tangis tak pernah ada jawabnya
Luka memang kurasakan

Hanya mampu ungkap rindu melalui batang puisiku
Diamku adalah tangis
Senyumku adalah sedih
Puisiku adalah rindu

Tangisan Hati
M. Andrian Efrianto

Sepi sedih sendiri
Tiada satu pun suara yang keluar dariku, kecuali hati yang menangis
Tak ada tawa terpancarkan, melainkan duka yang digambarkan
Mataku mulai mengerling berpasan dengan duka yang tergambar
Tiada ranting kebahagiaan lagi
Hanya ada daun kesedihan

PUTIH
Fatimah Azzahra

Hirau penuh ketakutan beriring dengan sepantasnya
Aku yang tak tahu menahu
Semua terasa berliku
Aku yang hilang akan arah
Bersemai dalam kalutnya waktu
Seketika bermimpi
Terbangun oleh masa SMA

AMARAH
Farhan Prasetyo

Mentari menyengat bak api membara
Kurasa tubuhku menjadi kayu
Samudera mendidih putus asa
Bumi kupijak bak neraka
Semua itu, kan terhapus oleh datangnya hujan
Sehingga gurun menjadi hutan


DARAH, KERINGAT, DAN AIRMATA
Andini Veronica

Darahku, keringat, dan airmata untuk tarian terakhirku
Ambil semuanya.
Darahku, keringat, dan airmata untuk napas dinginku
Ambil semuanya.
Darahku, keringat, dan airmata.

Tapi sayapmu adalah ifrit

Bunuh aku! Lakukan dengan kasar!
Maka ini tidak akan menyakitiku lagi. Tentang wiski di tenggorokanku, itu adalah dirimu.

Aku bodoh
Aku kecanduan pada penjara, yang disebut dirimu.
Aku sengaja minum dari tempat beracun. Aku bersumpah, ini menyakitkan. Jadi, tutup mataku erat-erat.
Darahku, keringatku, dan airmata. Ambil semuanya.






SEPI
Taaja Meisafatira Ardia

Senja ini menyisakan butiran air hujan
Menimbulkan pelangi yang hampir hilang ditelan petang
Perlahan sang dewi malam bersama bintang mulai muncul
Melengkapi lukisan malam.
Hembusan angin berbisik ke telinga
Menghantar bayang pelipur lara

Berdiri menatap cakrawala
Tersenyum melawan kesepian
Buktikan pada dunia tak selamanya sepi membunuh jiwa


PERKEMBANGAN
Fakri Muhammad Sendi

Histori berjalan dengan mulus dan mengalir
Mengesahkan kisah perkembangan zaman
Mulai dari sepeda hingga mobil mewah
Tak murah tapi tahan lama
Cemari kotaku dengan asap perdamaian
Bukan kesombongan

Hembusan debu cukup terasa
Udara panas makin menggila
Pohon di pinggir jalan tak ada
Seperti tinggal di neraka.
Dunia


SEBUAH PENGORBANAN
Afri Yanti

Titik peluh di sekujur tubuh
Membasahi bagaikan hujan
Dengan tiada mengenal lelah
Dengan tiada mengenal letih

Engkau bertempur bagaikan api
Engkau menyerang bagaikan kilat
Luka tergores tak kauhiraukan
Ibu pertiwi yang kau pikirkan

Di sini..
Kau t’lah ukirkan
Sebuah pengorbanan kan abadi
Hidup diri tak berarti
Tanpa sebuah pengorbanan


TAK SEBURUK POHON KAKTUS
Rillo Mahendra

Hari-hari t’lah berlalu
Berjalan rindu tentang rembulan
Kutepis duri pohon kaktus
Dan kubalas dengan melati.
Terus tumbuh dan berbunga meskipun duri ramai menghadang
Dan kini melati itu sadar
Bahwa kaktus tak sesakit durinya.

Kini melati mengetahui
Bahwa ia tak sejalan
Tapi ia tetap berkata
Bahwa aku cinta padanya

KHIANAT
Qori Maharani

Entah semua itu dirimu
Tak ada kepercayaan lagi
Semua telah sirna
Bahai asap rokok hilang di gelapnya malam

Indah memang indah
Cantik tapi tak menarik
Semua telah lenyap
Bagai mencari awan dalam kegelapan

Rasa yang pernah ada
Kubunuh secepatnya
Meski semua hanya sia-sia
Seperti peniti di tumpukan jerami