BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerinci merupakan nama dari kabupaten yang berlokasi paling barat
provinsi Jambi. Kabupaten Kerinci termasuk ke dalam provinsi Jambi. Kabupaten
yang dijuluki “Kota Sakti Alam Kerinci, Segumpal Tanah Surga” ini menyimpan
banyak kekayaan alam dan juga tradisi kebudayaan. Alam Kerinci terletak di
dataran tinggi Jambi, dan juga dikelilingi pegunungan.
Panorama alam Kerinci sangatlah menakjubkan, ada puluhan objek wisata yang langsung diwariskan sang pencipta. Selain itu, Kerinci juga kental dengan kebudayaan dan tradisinya, seperti makanan tradisional, nyanyian rakyat, cerita rakyat, tari-tarian, dan lain sebagainya.
Panorama alam Kerinci sangatlah menakjubkan, ada puluhan objek wisata yang langsung diwariskan sang pencipta. Selain itu, Kerinci juga kental dengan kebudayaan dan tradisinya, seperti makanan tradisional, nyanyian rakyat, cerita rakyat, tari-tarian, dan lain sebagainya.
Salah satu kebudayaan yang paling mencirikhaskan alam Kerinci adalah Tari
Rentak Kudo. Tari Rentak Kudo merupakan tarian yang dapat ditarikan
bersama-sama, sekaligus menjadi pemersatu masyarakat Kerinci. Tarian ini sangat
terkenal, dan dinikmati semua kalangan. Untuk itulah, perlu dibahas lebih rinci
mengenai tarian pemersatu ini.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana asal usul
tari Rentak Kudo?
2. Bagaimana tata cara
tari Rentak Kudo?
3. Bagaimana
perkembangan tari Rentak Kudo pada masa sekarang?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan asal usul
tari Rentak Kudo.
2. Menjelaskan tata cara
tari Rentak Kudo.
3. Mengemukakan
perkembangan tari Rentak Kudo pada masa sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal
Usul Tari Rentak Kudo
Rentak kudo terdiri dari dua kata, yaitu rentak dan kudo.
Dalam bahasa Kerinci, ‘rentak’ berarti hentakan, dan ‘kudo’ berarti kuda. Jika
digabungkan akan memperoleh makna hentakan kuda, atau tari hentakan kuda. Tari
Rentak Kudo merupakan tarian yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang
menghentak selayaknya kuda. Bukan berarti tari ini merupakan tari yang menggunakan
gerakan-gerakan seperti kuda, melainkan Rentak Kudo diartikan sebagai
gerakan-gerakan penari yang menghentakkan kaki mereka dengan keras dan seperti
kuda. Selain itu, Rentak Kudo pada masa sekarang mempunyai konsep lain, yaitu malang inaih. ‘Malang’ berarti malam, sedangkan ‘inaih’ berarti ini, jadi malang
inaih artinya malam ini.
Rentak kudo atau malang inaih
adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat Kerinci. Tarian ini ditarikan dalam perayaan
yang dianggap sakral oleh masyarakat Kerinci. Rentak kudo pada masyarakat
Kerinci juga digunakan dalam upacara-upacara dan ritual adat. Tingginya penghormatan terhadap
perayaan seni dan budaya Kerinci ini pada zaman dahulu sangat kuat sehingga
dipercaya bahwa dalam setiap pementasan seni budaya ini getaran dan hentakan
tari Rantak Kudo bisa terasa hingga jarak yang sangat jauh dari lokasi
pementasan.
Tarian ini dipersembahkan
untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci yang secara umum adalah beras (padi) dan dilangsungkan berhari-hari tanpa
henti. Kadang bila dilanda musim kemarau
yang panjang, masyarakat Kerinci juga akan mementaskan kesenian ini untuk
berdoa kepada Yang Maha Kuasa
(menurut kepercayaan mereka masing-masing). Tujuan dari pementasan tari ini
umumnya adalah untuk melestarikan pertanian dan kemakmuran masyarakat, untuk
menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci baik dalam musim subur maupun dalam musim kemarau untuk
memohon berkah hujan.
Walaupun banyak
tulisan tentang asal-usul Tari Rentak Kudo di Kerinci, akan tetapi belum ditemukan
sumber yang benar-benar menjelaskan asal-usul seni budaya tersebut.
Diperkirakan Tari Rentak Kudo telah ada sejak lama di daerah Kerinci. Menurut
seniman-seniman senior, kesenian ini telah dipelajari dan dilaksanakan jauh
sebelum mereka lahir, namun asal-usulnya menjadi kabur seiring berjalannya
waktu. Tari rentak kudo dewasa ini dipopulerkan oleh mayoritas masyarakat
Hamparan Rawang. Dari masyarakat Hamparan Rawang inilah grup-grup rentak kudo
banyak berasal.
B.
Tata Cara Tari
Rentak Kudo
Tari Rentak Kudo dimainkan dengan iringan alat musik gendang dan diiringi oleh nyayian yang berisi pantun-pantun, hal ini berbeda dengan Tari Rantak dari Minangkabau yang hanya diiringi instrumen musik. Para penari terdiri dari pria dan wanita yang menari dengan gerakan yang khas, yaitu kombinasi dari
gerakan silat "langkah tigo" ("Langkah Tiga") dan tari. Antara penari pria
dan wanita dipisahkan ketika tarian sedang berlangsung. Mereka menari
dengan gerakan-gerakan silat yang dipadukan dengan tari, sehingga terlihat
lebih menarik. Tari Rentak Kudo biasanya diiringi dengan musik gendang dan lagu
yang berisi pantun-pantun. Biasanya tarian ini juga dipentaskan dengan
pembakaran kemenyan
tradisional upacara ritual yang membuat penari semakin khidmat dalam geraknya,
bahkan kadang-kadang ada di antara penari yang mengalami kesurupan.
Di Indonesia saat ini, tarian ini biasanya dipentaskan dalam acara-acara adat dan
acara resepsi pernikahan adat Kerinci. Salah satu lirik lagu di dalam pantun yang bersahut-sahutan adalah :
"Tigeo dili, empoak tanoh rawoa. Tigeo mudik, empoak tanoh rawoa"
(Bahasa Indonesia: "Tiga di Hilir, Empat dengan Tanah Rawang. Tiga di
Mudik, Empat dengan Tanah Rawang"). Lirik tersebut menceritakan sebuah
kisah pada zaman nenek moyang suku Kerinci dahulu kala, di kala pemerintahan para Depati (Adipati), Tanah Hamparan Rawang merupakan pusat pemerintahan, pusat kota dan kebudayaan di kala itu, yaitu dalam lingkup Depati 8 helai kain yang
berpusat di Hiang (Depati Atur Bumi) di mana Tanah Hamparan Rawang merupakan
tempat duduk bersama (pertemuan penting dalam adat Kerinci).
C.
Perkembangan Tari
Rentak Kudo Pada Masa Sekarang
Kita tentu tidak
bisa mengelak bahwa perubahan pasti terjadi. Perubahan terjadi karena perubahan
life style (gaya hidup) masyarakat
yang berotasi dari waktu ke waktu akibat pengaruh modernisasi. Modernisasi
menuntut masyarakat untuk menyeimbangkan diri dengan zaman agar tidak terkesan
kolot atau ketinggalan zaman. Hal tersebut juga berlaku bagi perubahan kebudayaan.
Seperti
yang dikemukakan Manan (2012: indrayuda.blogspot.com) bahwa problematika
pewarisan budaya dalam masyarakat cenderung dipengaruhi oleh aspek perilaku
sosial masyarakat itu sendiri. Berbagai penyimpangan perilaku sosial dan gaya
hidup telah menyebabkan macetnya berbagai pewarisan budaya.
Begitu juga halnya dengan seni Tari
Rentak Kudo, keberadaan seni tari Kerinci ini terus dijaga secara turun-temurun
oleh seniman budaya Kerinci lokal dari generasi ke generasi, walaupun kerberadaannya sangat sedikit pada saat
ini dan mulai pudar. Seiring
perkembangan zaman, tari rentak kudo juga mendapat pengaruh modernisasi.
Perubahan atau
pergeseran tersebut tentu ada yang positif dan negatif. Pergeseran yang pertama
dari alat musik yang mengiringi Tari Rentak Kudo, jika dahulunya tari rentak
kudo menggunakan gendang dan gong sebagai alat untuk mengiringi tarian, namun
saat ini masyarakat menggunakan piano (orgen) sebagai pengiring. Tentu saja,
masyarakat modern akan mencari yang lebih praktis untuk segi apapun, termasuk
alat musik. Namun, masih ada juga perayaan tari rentak kudo yang masih
mempertahankan alat musik khasnya. Kita bisa melihat kepraktisan sebagai nilai
positif, yang mana masyarakat tidak perlu repot-repot lagi menenteng banyak
alat musik sebelum perayaan. Namun, di sisi lain hal tersebut juga akan
menenggelamkan nilai keaslian seni tari Rentak Kudo.
Selain itu, tari
rentak kudo juga mengalami perubahan fungsi. Seiring perkembangan zaman, yang
mana tujuan sebenarnya dari tari ini adalah untuk melestarikan pertanian dan
kemakmuran masyarakat dan untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci
kepada nenek moyang dan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta digunakan dalam
upacara-upacara dan ritual adat pada masyarakat Kerinci. Namun, sekarang
tari Rentak Kudo sudah banyak dipentaskan untuk acara-acara adat seperti pesta
pernikahan adat Kerinci.
Di sisi lain,
mirisnya ada sebagian masyarakat yang menyertakan tari Rentak Kudo pada acara
malam amal (lelang minum-minuman beralkohol) dan tidak jarang menimbulkan
konflik antara penari (sebagian besar para pemuda yang dipengaruhi alkohol).
Jika dahulu antara
penari laki-laki dan perempuan dipisah dengan maksud menjaga nilai kesopanan.
Tetapi sekarang ini penari pria dan wanita bercampur baur. Walaupun masih ada
masyarakat yang memisahkan pria dan wanita itu hanya sebagian kecil masyarakat
Kerinci saja. Dari segi ini, kita tidak bisa langsung menilai negatif saja.
Sebagaimana perbedaan nilai kesopanan dahulu dan sekarang, kelompok-kelompok
yang dianggap tabu itu sudah bergeser. Seperti halnya, jika zaman dahulu kaum
perempuan memakai celana panjang dianggap tabu, maka sekarang ini jenis pakaian
tersebut dianggap biasa dan masih terkesan wajar. Untuk itu, dalam hal
mencampurbaurkan laki-laki dan perempuan dalam tari Rentak Kudo, selama masih
bisa menjaga batas-batas tertentu, mungkin tidak perlu terlalu dipermasalahkan.
Tata cara asli
tarian tersebut mulai berganti. Sebagai dampak dari modernisasi, Sekarang ini
Rentak kudo bukan lagi sebagai tradisi masyarakat Kerinci yang sacral, akan
tetapi telah mengalami dekadensi kebudayaan, perubahan derajat tari rentak kudo
yang dahulu dianggap sakral tapi kini telah dianggap biasa oleh sebagian
masyarakat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, perubahan itu pasti terjadi.
Kita bisa saja memakluminya, tapi alangkah baiknya perubahan itu menjurus pada
yang positif. Kalau pun menjurus ke perubahan negatif, itu juga kewajiban kita
untuk memutarnya agar kembali positif dan bermanfaat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Rentak Kudo merupakan
tarian asli masyarakat Kerinci. Tarian ini dilakukan dengan
menghentak-hentakkan kaki seperti seekor kuda. Tari Rentak Kudo ditarikan oleh
laki-laki dan perempuan diiringi alat musik gendang dan gong, serta pengucapan pantun-pantun.
Seiring perkembangan
zaman, tari Rentak Kudo juga mengalami beberapa perubahan. Perubahan itu dapat
dilihat dari jenis alat musik pengiring, yang sebelumnya gendang dan gong,
sekarang sebagian masyarakat mencari yang lebih praktis yaitu piano (orgen). Selain
itu juga terdapat perubahan tari Rentak Kudo dari segi fungsinya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa
laporan ini belumlah sempurna. Maka dari itu, untuk lebih memahami materi
tentang tari Rentak Kudo ini, pembaca disarankan lebih mencari tahu dari berbagai
sumber lainnya.
KEPUSTAKAAN
Anonim. 2012. “Tugas
Sejarah Kebudayaan Tari”. Entiktika.
(online), (http://entiktika.blogspot.com/2012/02/, diakses 28 Maret 2015).
Anonim. 2014. “Tari Rantak Kudo”. Wikipedia. (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Rantak_Kudo, diakses 28 Maret 2015).
Anonim.
2014. “Kerinci Segempal Tanah Surgo”. Facebook.
(online), (https://www.facebook.com/Qhincay, diakses 28 Maret 2015).
Indrayuda. 2011. “Etnologi Tari Minangkabau”. Indrayuda. (online), (http://indrayuda.blogspot.com/2011/02/, diakses 28 Maret 2015).
Sholimin, Izwan. 2013. “Hilangnya Unsur Tradisional Tari
Rentak Kudo”. Info Jambi. (online), (http://infojambi.com/opini/, diakses 28 Maret 2015).